BAB II
PEMBAHASAN
Bisnis Ritel di Indonesia sebenarnya terbagi menjadi dua, yaitu Ritel
Tradisional dan Ritel Modern. Namun seiring berjalannya waktu, ritel
tradisional banyak ditinggalkan oleh para konsumen. Sehingga peningkatan
bisnis ritel modern di Indonesia melonjak tajam.
Adapun perbedaan bisnis retail tradisional dengan bisnis retail modern
adalah bisnis retail tradisional adalah bisnis yang dibangun dan
dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik
Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta
dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda
yangdimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat
atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses
jual beli barang dagangan melalui tawar menawar. Seperti pasar
tradisional, toko kelontong, dan lain-lain. Sedangkan bisnis retail
modern berdasarkan definisi yang tertuang dalam Keputusan Presiden RI
No. 112/Th. 2007, adalah:
Pada tahun 2010 industri hipermarket di Indonesia mengalami pertumbuhan
yang sangat pesat. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo)
memperkirakan, total belanja ritel modern tahun ini bakal mencapai Rp
100 trilyun. Sebanyak Rp 65 triliun merupakan belanja makanan dan
sisanya non-makanan. Dari jumlah belanja makanan ini, hipermarket
mengambil porsi 35 persen, minimarket 35 persen dan supermarket 30
persen. Makanan yang merupakan kebutuhan pokok manusia, mengharuskan
kita mau tidak mau untuk berbelanja makanan dan minuman setiap harinya.
Hal inilah yang menyebabkan mengapa mini market dan hypermarket
pertumbuhannya sangat pesat Kompas.Com).
Pertumbuhan gerai ritel makanan di hypermarket rata rata 30% per tahun
dan supermarket 7% per tahun dan convenience store/mini market sekitar
15%. Pada tahun 2003, penjualan sektor ritel modern makanan dikuasai
oleh supermarket 60%, hypermarket 20% dan sisanya 20% oleh convenience
store/mini market.
Potensi Pengembangan Ritel Makanan (Grosery) di daerah-daerah
Permintaan produk kebutuhan sehari-hari (consumer goods) masih merupakan
permintaan utama. Produk bahan makanan (groceries) mendominasi sekitar
67% komposisi penjualan barang perdagangan ritel. Sementara untuk produk
non-pangan, penjualan pakaian dan sepatu memberikan kontribusi sebesar
30% barang perdagangan ritel, diikuti penjualan barang-barang elektronik
sebesar 12%, dan penjualan produk kesehatan dan kecantikan sebesar 11%.
Potensi pengembangan pasar ritel modern di Indonesia masih relatif
besar terhadap jumlah populasi penduduk. Jumlah toko ritel modern per
satu juta penduduk Indonesia saat ini sekitar 52, lebih rendah
dibandingkan dengan negara-negara tetangga lainnya seperti Malaysia 156
toko, Thailand 124 toko, Singapura 281 toko, dan China 74 toko. Jumlah
toko ritel modern di Indonesia hanya menempati porsi yang sangat kecil
(0,7%) dibandingkan dengan jumlah toko tradisional per satu juta
penduduk Indonesia yang mencapai 7.937 toko.
Format minimarket mengalami pertumbuhan tertinggi, baik dilihat dari
sisi jumlah gerai toko maupun pangsa perdagangan ritel penjualan produk
fast moving consumer goods (FMCG). Jumlah minimarket di Indonesia pada
tahun 2008 mencapai 10.607 toko dengan pertumbuhan rata-rata per tahun
sebesar 17,3%, tertinggi dibandingkan format ritel modern lainnya,
disusul hypermarket dengan pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar
16,9%. Sementara itu, pangsa perdagangan ritel minimarket untuk
penjualan produk FMCG meningkat cukup signifikan dibandingkan format
lainnya, yaitu dari sebesar 5% di tahun 2003 menjadi 16% di tahun 2008.
PT Matahari Putra Prima Tbk (MPP) telah mengambil langkah inisiatif
strategis untuk mengkaji dan menganalisa kegiatan bisnisnya secara
keseluruhan, terkait dengan rencana perusahaan mengembangkan kompetensi
inti dalam bisnis hypermarket-nya. Sebagai pelopor compact hypermarket
di Indonesia dengan model bisnis yang telah teruji, akan terus berfokus
kepada bisnis ritel makanan, melalui fase ekspansi Hypermart ke semua
daerah di Indonesia. Selain itu, streamline semua bisnis non-inti
lainnya/bisnis non-hypermarket, guna memastikan bahwa semua sumber daya
MPP dioptimalkan 100%, untuk mendorong pertumbuhan bisnis Hypermart.
Indonesia merupakan negara berpotensi besar dan memiliki pertumbuhan
pasar yang paling menarik secara global diantara negara berkembang
lainnya. Negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia dengan
segmen kelas menengah yang meningkat, ekonomi yang ditopang oleh basis
konsumen yang kuat, daya beli yang terus meningkat dan menghasilkan
pertumbuhan ekonomi tahunan yang kokoh. Sampai saat ini, ekonomi
berbasis konsumen yang kuat ini telah mendorong pertumbuhan PDB negara
dan diprediksikan akan terus tumbuh rata-rata 5,6% per tahun sampai
dengan tahun 2014, sedangkan PDB perkapita diperkirakan akan tumbuh
sebesar 11,3% sampai dengan tahun 2014 dan akan melampaui batas US$
3.000 di tahun 2012.
Pertumbuhan daerah-daerah di Indonesia juga berlangsung pesat
akhir-akhir ini, baik dari sektor ekonomi, pariwisata maupun pendidikan.
Dimana setiap daerah berkembang dengan potensinya masing-masing.
Pertumbuhan pariwisata dan meningkatnya populasi ekspartriat,
menyebabkan peningkatan jumlah impor. Riteler besar seperti Carrefour
Indonesia, Matahari Putra Prima Tbk, dan Hero Supermarket berhasil
meningkatkan penjualan merek, melalui penjualan produk-produk private
label, penawaran promosi yang menarik, dan ekspansi ke daerah-daerah dan
pasar yang belum jenuh.
Peran Pemerintah dalam Pengelolaan Pasar Tradisional dan Ritel Modern
Keberadaan pasar modern yang meliputi minimarket, supermarket, hingga
hipermarket tidak dapat dihindari. Untuk dapat bersaing, pasar
tradisional harus diperkuat agar konsumen tidak beralih. Kepala Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah Ihwan Sudrajat
mengemukakan hal tersebut di Kota Semarang, Rabu (24/6). Menurut Beliau,
pasar modern memiliki segmen pasar tersendiri sama seperti pasar
tradisional, sehingga pilihan sepenuhnya terletak pada konsumen.
Kita tidak dapat membatasi pasar modern, karena pendiriannya pun
berdasarkan adanya permintaan pasar. Yang harus dilakukan adalah
melindungi pelaku UMKM dan pasar tradisional. Ini adalah tugas dari
pemerintah. Aturan untuk keberadaan pasar modern ada dalam Keputusan
Presiden Nomor 112 Tahun 2008 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar
Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern. Dalam Pasal 5 diatur
perihal letak pasar modern segala ukuran, dari hipermarket yang terbesar
hingga minimarket yang terkecil. Dalam aturan tersebut disebutkan,
hipermarket hanya diperbolehkan berlokasi pada akses jalan utama,
supermarket tidak diizinkan berada pada lingkungan perumahan, dan
minimarket diperbolehkan berada di akses jalan pada lingkungan
permukiman di kota.
Sementara itu, penguatan terhadap pasar tradisional, dilakukan dengan
program penataan pasar. Sektor perdagangan mendapatkan alokasi dana
stimulus sebesar Rp 335 miliar yang digunakan untuk program revitalisasi
dan renovasi pasar tradisional sebesar Rp 215 miliar, dan pergudangan
Rp 120 miliar. Menurut data yang diperoleh VIVAnews dari salah satu
anggota dewan, sebanyak 123 kabupaten/kota di 11 provinsi rencananya
mendapat alokasi stimulus pasar sebesar Rp 215 miliar.
Pemerintah telah menerima sedikitnya 600 proposal dari 300 daerah di
seluruh Indonesia untuk program revitalisasi pasar tradisional. Semua
proposal yang masuk ke Departemen Keuangan akan dibahas pelaksanaannya.
Sekretaris Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Gunaryo di
Kantor Pengawas Persaingan Usaha mengatakan, ada sekitar Rp 235 miliar
dana revitalisasi pasar yang disalurkan melalui Dana Alokasi Khusus
(DAK) dan Dana Perbantuan dari Pemerintah Daerah. Dari proposal yang
masuk ke Departemen Perdagangan, jenis revitalisasi bermacam-macam. “Ada
yang rehabilitasi total, pertambahan luasan, atau renovasi saja,”
katanya. Dana yang disiapkan untuk revitalisasi pasar tradisional
tersebut, menurut Gunaryo mulai Rp 3 miliar atau tergantung daerah dan
besaran kasus yang terjadi. “Kini sedang dibahas di Menteri Keuangan,”
tutur Gunaryo.
Proposal rehabilitasi pasar tersebut, katanya, harus melalui persetujuan
Dinas PU di daerah terkait standar bangunan. Gunaryo menambahkan untuk
program revitalisasi pasar tradisional mulai tahun depan, Pemerintah
daerah berkomitmen untuk menambah anggaran pembinaan pasar. Dana
stimulus revitalisasi pasar tradisional tahun ini dikucurkan melalui
Departemen Perdagangan lewat Dana Alokasi Khusus.
Kelemahan pasar tradisional yang harus segera dibenahi :
1. Kurangnya pengelolaan pasar yang baik menyebabkan tutupnya beberapa
pasar tradisional.
2. Kurang nyamannya berbelanja di pasar tradisional, terutama masalah
kebersihan.
3. Kurangnya modal peritel tradisional untuk bisa mengembangkan
usahanya.
4. Harga yang lebih mahal untuk produk tertentu dibanding harga di pasar
modern.
Strategi pengelolaan bisnis ritel modern yang kreatif dan inovatif
Para pelaku bisnis ritel, baik modern maupun tradisional, harus lebih
meningkatkan promosinya. Menurut data dari Lembaga Riset Nielsen
Indonesia, sepanjang semester pertama 2010, konsumen belum terlalu
memprioritaskan uang belanja untuk membeli makanan, minuman, dan
berbagai kebutuhan harian. Konsumen kelas menengah, justru lebih memilih
belanja kendaraan atau elektronik.
Pertumbuhan penjualan ritel nasional sepanjang Januari sampai Mei lalu
baru mencapai 9 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun
2009. Angka tersebut jauh tertinggal dari pertumbuhan sektor lainnya.
Pertumbuhan penjualan mobil menduduki angka tertinggi 73,5 persen.
Begitu pula sepeda motor sebesar 35,2 persen. Penjualan elektronik rumah
tangga juga meningkat 32,35 persen, sedangkan komputer naik 30 persen.
Saat ini tengah terjadi pergeseran perhatian konsumen dalam
membelanjakan anggaran bulanannya. Terutama kelas menengah atas, masih
memilih belanja big ticket item (mobil, motor, elektronik). Yang secara
tidak langsung, mengindikasikan masyarakat kita semakin mapan.
Seiring berkembangnya teknologi, gaya hidup masyarakat juga ikut
berubah. Sebelum ada teknologi, saat ada waktu luang konsumen bisa pergi
ke warung atau belanja. Begitu ada ponsel dengan segala kecanggihannya,
punya waktu luang sedikit langsung online. Rekreasi di dunia maya
dirasa lebih mengasikan, daripada pergi ke pasar tradisional atau
supermarket dan hypermarket sekalipun.
Sepanjang 2009, total belanja konsumen untuk ritel 56 kategori produk
mencapai Rp 99, 653 triliun (tidak termasuk telur, cabai, beras, dan
beberapa sembako). Sementara itu, pada Januari sampai Mei 2010, total
uang yang sudah terbelanjakan Rp 44,685 triliun.
Nielsen melakukan riset tentang tren belanja masyarakat dengan cara
wawancara face to face di Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Makassar, dan
Medan. Responden adalah pria dan perempuan usia 15-65 tahun. Total 1.781
narasumber memiliki kemampuan belanja lebih dari Rp 1,250 juta per
bulan. (gen/c6/kim)
Pengusaha ritel sebaiknya lebih kreatif mengemas tempat berjualan,
kemudian mempromosikannya dengan lebih menarik lagi. Berdasar hasil
survei yang dilakukan Nielsen, 19,8 persen konsumen mengungkapkan bahwa
faktor nonfood (kenyamanan tempat, kemasan, promosi, dll) merupakan
alasan mereka untuk datang ke tempat belanja.
Manajemen SDM mempunyai peranan signifikan dalam sebuah bisnis ritel.
Mengkoordinasi dan memotivasi karyawan dalam pencapaian target. Sampai
pada akhirnya terbentuklah sebuah komitmen kerja, yang bisa menyatukan
antarkaryawan, sehingga menghasilkan keuntungan yang kompetitif. Aspek
pemilihan lokasi dalam bisnis ritel juga sangat berpengaruh. Pemilihan
lokasi yang memungkinkan bisnis ritel untuk tumbuh, mengevaluasi
keunggulan dari setiap area perdagangan yang dipilih. Sedangkan sistem
keuangan, merupakan perefleksian strategi ritel menyangkut metode
pengelolaan sumber daya (modal, alat-alat, SDM, dan dll) sehingga
tercapai kinerja yang optimal.
Kesimpulan
Dalam ritel, pelayanan bukan hanya terletak pada personalnya
namun juga diperlukan pengembangan semua hal didalam toko baik yang
bisa diukur maupun yang tidak bisa diukur yang dapat dilakukan untuk
memuaskan pelanggan. Mengerti dampak dari citra merk produk, dan
bagaimana sebuah toko harusnya diposisikan, adalah sangat penting dalam
membangun figur toko. Banyak toko yang berhasil mencapai target
penjualan mereka dengan menawarkan produk bermerk yang bagus dan disukai
konsumen dalam pilihan produk yang luas. Namun, itu saja tidak cukup
untuk menciptakan citra toko yang unik di pikiran konsumen. Membangun
citra toko membutuhkan identifikasi yang cukup mengenai diferensiasi
barang dan jasa terhadap yang ditawarkan oleh kompetitor, yang cenderung
akan meningkatkan apresiasi dari konsumen itu sendiri. Ada banyak hal
yang dapat mempengaruhi citra toko secara signifikan, beberapa contoh:
kualitas dari barang dan jasa; penampilan toko; kualitas layanan
penjualan; kualitas fasilitas toko; pengalaman dan lingkungan belanja;
perilaku pelayanan karyawan; tingkat harga; dan frekuensi promosi.
Ketika toko yeng berbeda menyediakan produk dan merk yang sama, menurut
Kotler and Armstrong (2001), sebuah produk yang ditawarkan dipasar untuk
ditawarkan, dikomsunsi, dan dimiliki. Menurut Porter (1996) seharusnya
produk yang ditawarkan memiliki keunikan tersendiri dibandingkan produk
yang lain. Harga dan promosi merupakan faktor langsung yang mempengaruhi
persepsi konsumen terhadap berbagai jenis toko dan citranya. Citra toko
dalam kaitannya dengan harga dan promosi akan dipengaruhi oleh tingkat
harga rata-rata, variasi harga musiman, dan frekuensi serta intensitas
promosi (Dickson and Sawyer, 1990). Konsumen yang berbeda memiliki
persepsi yang bebeda pula terhadap keputusan pemilihan toko, merujuk
kepada perbedaan citra toko di dalam benak konsumen. Memberikan
pengalaman positif bagi pelanggan melalui semua tampilan toko, tampilan
staf, proses kerja, dan kualitas prima produk akan sangat menggerakkan
emosi positif konsumen.Pada akhirnya faktor-faktor tersebut akan
mendukung loyalitas pelanggan terhadap toko.